Witch In Love (My World Be Yours Is When You Hug Me) chapter 2

Chapter 2 “Book About Magic”

Alifa mengetuk ngetuk pintu dengan cepat. Urat sabar nya seakan baru saja putus. Kini, ia menggedor pintu hijau itu karena kesal.

“Buka! Atau kubunuh kau!” Teriak Alifa sekeras mungkin. Semacam ancaman maut. Ia harap agar orang diluar yang berani menguncinya di dalam ruangan segi empat yang gelap tak nampak apapun, akan mendengarnya dan segera membuka pintu.

“Heyyy! Jangan becanda. Cepat Buka!!” Gadis itu terengah. Ia melepas dasi kupu kupu nya yang sudah kendur lalu melemparnya asal.

Sudut matanya tak berhenti memperhatikan seluruh isi ruangan itu. Gelap. Sangat gelap. Hanya sebuah piano besar dibawah cahaya kecil yang nampak terlihat. Ia kembali menggedor pintu itu. Tapi kini dengan jeda waktu lebih lambat.

“Buka…. Kumohon.. Aku takut.” Tangisnya pecah. Bibiir bawahnya bergetar. Perlahan tubuhnya turun namun masih bersandar pada pintu. Gelap membuatnya tak bisa lagi berpikir jernih. Hanya perasaan bingung yang menyelimuti otaknya. Tanpa sadar ia memejamkan matanya. Menikmati musik keheningan yang serasa mengancam kehidupan selanjutnya.

.
.
.
.

Terbuka. Perlahan kedua mata almond itu terbuka. Agak sulit namun akhirnya bisa. Gadis kelas 11 itu terbaring di ruang uks. Tidak sendirian. Disampingnya berdiri seorang pria bermata biru laut yang sejuk. Samar samar matanya melihat rambut kuning yang nampak acak acakan. Serasi dengan setelan seragam nya yg tanpa blazer dan 2 kancing terbuka di atas kemejanya.

“Daijobu desu ka?” Tanya nya lembut. Sangat lembut. Bahkan saat kedua bola mata hijau bertemu tatapan biru yang begitu lembut. Alifa yang baru saja terbangun ingin segera masuk ke dunia orang didepannya. Ingin menjadi bagian dari hidupnya. Mungkin teman? Ah.. Apa yang ia pikirkan saat ini hampir menuju kegilaan. Berhenti Alifa! Kau bahkan baru mengenalnya tadi.

“A.. A..u aku, aku baik. Ya..” jawab Alifa pelan.

Entah apa yang ada dipikiran gadis cantik yang masih dalam keadaan kacau itu. Sungguh, masih ada sedikit trauma akibat kejadian 2 jam yang lalu. Rasa takutnya akan kegelapan tentu tak bisa ia lawan atau belum. Dan phobianya pada piano sangat sulit untuk dilupakan. Tapi, yang ia keluarkan dari mulutnya ialah kalimat yang berlawanan dengan keadaan nya kini.

“Kau bohong. Kau tidak sedang baik baik saja. Ya kan? Jangan memaksakan dirimu.” Ucap siswa itu.

Bukannya menjawab pertanyaan itu atau berkata iya. Alifa justru tertarik pada tulisan merah di kemeja putih siswa itu. “Denny Singing Clew” Ia membaca dalam hati.

“Terima kasih. Sebenarnya aku masih takut. Piano itu seperti bermain sendiri.” Ucap Alifa, bersamaan dengan bayangan singkat yang terputar sendiri diotaknya. Tentang piano di bawah cahaya merambat lurus yang terdengar menghasilkan melody. Melody keheningan.

“Kenapa kau bisa ada disana? Dan pintu itu terkunci dari dalam tapi kau tak bisa membukanya?” Tanya Denny, tatapan nya mendadak berubah tajam. Alifa memandang kasurnya meremasnya dengan kedua tangannya.

“Bisakah?-” Alifa menatap nanar pandangan Denny.

“-Kau menceritakan apa yang terjadi padaku?” Lanjut gadis itu. Sedikit tersentak hati Denny mendengarnya. Tapi ia masih dengan posisi nya yang berdiri memandang Alifa dibalas dejgan tatapan nanar Alifa yang menahan tangis.

***

Gadis itu berjalan dikoridor sekolah lantai pertama. Sendirian sambil menggendong tas hitamnya yang nampak lebih rapi dari dirinya. Tentu saja, kini ia nampak mengikat rambutnya asal. Tanpa dasi dan satu kancing terbuka. Poninya dijepit kebelakang dan menyisakan anak rambut yang menutupi dahinya.

“Aku dengar ia mengunci dirinya sendiri dan berniat mengakhiri hidupnya.” Bisik salah seorang siswi di koridor kepada temannya.

“Kalau yang aku dengar. Ia hampir saja diperkosa loh! Menyeramkan ya?” Bisik gadis yang bersandar di koridor 5.

“Mana mungkin seseorang menguncinya dari dalam dan tak ada orang selain dirinya disana? Heh.. Sekolah kita berhantu?” Bisik lagi siswa yang ikut bergerombol bersama para siswi.

Gadis itu berdiri tepat didepan lokernya dan membukanya pelan, lalu mengambil sebuah buku tebal disana.

“Aku yakin, sebenarnya ia hanya ingin mencari kepopuleran saja. Selama ini kan ia selalu jadi nona paling sok tahu dan sok pintar dengan fashionnya yang ketinggalan jaman.. Hahaha.” Dan lagi, siswi dengan rambut pendek berbisik kepada 2 orang teman gadisnya. Tepat 2 ubin dari jarak dimana gadis bermata hijau itu berdiri.

Gadis yang tak lain adalah Alifa itu menutup kasar lokernya. Mereka (para siswi disampingnya) langsung ber-upsi ria sambil menutup mulutnya dengan jadi jari lentik mereka di depan mulut dan dagu mereka. Tatapan tajam meremehkan Alifa pancarkan dengan sangat ikhlas pada gadis gadis ceriwis didepannya.

“Upsi.. Kurasa, kita baru saja berkata hal yang benar tentang si cupu ini. Say what girls?” Ucap si rambut pendek pirang kecoklatan itu lalu mengangkat tangan kirinya hingga setara dengan wajahnya sambil menunjuk Alifa.

“Poor you!” Jawab mereka kompak. Termasuk si pirang kecoklatan itu.

“Kau tahu. Kau sangat cantik.. Putri..” Ucap Alifa datar. Mereka mulai ber-ooh lala ria bersama.

“Aku memang cantik” Balas Putri. Sambil sedikit mengibas rambutnya.

“Tapi hatimu lebih busuk dari bunga bangkai. Tak lebih baik dari sampah. Dan kau hanya seorang pecundang yang akan selalu berada dibelakang bokong ibumu.” Lanjut Alifa dengan nada yang semakin tinggi.

Putri dan kedua temannya nampak kesal dan marah. Tapi Alifa telah meninggalkan mereka dan berjalan lebih cepat menjauhi mereka. Sampai punggung gadis itu tak nampak lagi. Jelas, Putri mengepalkan kedua tangannya sendiri.

“Heh! Dasar bodoh! Menyebalkan..! Lihat saja nanti. Kau akan segera menyesal! Stupid Carr!” Teriak Nona Sleved. Beberapa orang melihatnya dengan tatapan bingung. Mungkin terbesit di pikiran mereka ‘Gadis itu gila?’

***

“Sudah jam 3 sore.” Ucap murid laki laki itu saat memandang jam di tangan kirinya. Agak aneh memang, jika ia memesan makanan di kantin dan makanan itu sudah ada di meja namun ia tak menyentuhnya sama sekali. Padahal mie ayam itu nampak sangat lezat.

BRAKK

“Jalang sialan. Beraninya kau mengotori baju ku!” Teriak seorang siswi tak jauh dari Denny yang masih tetap pada posisinya.

“Maaf, aku kan sudah bilang tak sengaja.” Ucap lagi siswi dengan rambut lurus kemerahan dengan mata coklat terang.

“Kau pikir maaf bisa membuat baju ku bersih kembali? Hah?” Bentak siswi itu lagi. Nampak blazer biru gelapnya basah dan kotor akan jus alpukat.

“Kau mau jika aku bawa blazer mu dan mencucinya? Aku bisa lakukan itu.” Jawab siswi yang satunya. Sedikit penekanan pada kalimat yang digaris miring.

“Heh! aku tak akan membiarkan mu menyentuh baju ku ya. Huh, menyebalkan!” siswi yang marah marah itu melepas blazer nya.

“Lalu apa maumu hah?! Jalang sok cantik.” Aura kemarahan mulai menjalar di wajah Rezka. Ya, Rezka Luff Kyzharyl. Gadis yang tak sengaja menumpahkan jus alpukat pada baju Putri Chayn Sleved.

“Beraninya kau….”

PLAKK

Tamparan keras baru saja didaratkan seorang Sleved di pipi kiri siswi bertubuh besar nan gendut dengan kulit putih. Hey? Gadis itu sedang duduk dan makan di meja kantin dekat Rezka berdiri.

Rezka memandang Putri dengan tatapan bingung. Sementara Putri nampak terkejut sendirir dengan apa yang baru saja dilakukannya. Bukannya niatnya adalah menampar Rezka. Bukan siswi gendut ini.

Marah, kesal, wajahnya memarah bak kepiting rebus. Mendadak suhu di kantin naik menjadi 50°C. Panas, benar benar panas. Kini, siswi gendut itu berdiri dan melotot pada Putri. Membuat Putri mendadak menciut.

“A.. Aku… Aaaaaaaaa!” kerah Putri ditarik kasar. Rezka yang masih bingung memilih pergi menjauh dari mereka. Walau sebenarnya ia ingin melihat apa yang terjadinya selanjutnya. Ya, akan menyenangkan pastinya.

Disamping Rezka yang berjalan meninggalkan kantin. Denny yang baru memegang sendoknya nampak tersenyum. Sebuah senyuman yang misterius. Belum ada yang bisa mengartikan apa arti senyuman itu.

..
.
.
..

Rezka berlari. Ia berlari menuju perpus. Berharap perpus belum ditutup. Hari ini hari terakhirnya untuk mengembalikan buku di perpus.

“Huh.. Huh.. Masih dibuka ternyata.” Ucapnya sendiri. Perlahan ia menggeser pintu itu. Mengintipnya sebentar. Nampak seorang siswi tengah membaca dengan serius. Disamping siswi ada 5 tumpukan buku.

‘Gadis pintar’ pikir Rezka. Ia pun membuka lebar lebar pintu itu lalu masuk kesana. Tentu, ia telah melepas sepatunya.

Ia meletakan bukunya di atas meja pengembalian buku. Tidak ada penjaga perpus. Ia pun mengisi ceklist di buku sendiri bahwa ia telah mengembalikan buku membosankan menurutnya itu. Buku kimia.

Siswi yang tengah membaca buku itu sama sekali tidak bergerak dari mejanya. Matanya tak sedikitpun menoleh ke arah Rezka yang tengah memperhatikannya intens. Rasa tertarik muncul di benak Rezka. Ia pun mendekati siswi itu dan duduk didepannya.

“Wow.. Magic in wonderland? It’s a nice book.” Bisik Rezka. Tentu saja. Ini kan perpustakaan. Dilarang berisik.

Rezka langsung mendapat tatapan penuh tanya. Tapi itu hanya sementara. Setelah siswi di depannya bilang “Kau sudah membacanya sampai selesai?”

“Ya, akhir yang sulit ditebak, kau tahu.” tegas Rezka sambil tersenyum.

“Ah.. aku tidak sabar menyelesaikan buku ini. Setelah ini aku akan meminjamnya.” Ucap siswi itu

“Namaku Rezka Kizarhyl. Panggil aku Rezka. Kau?” Rezka mengajak gadis ikal itu berjabat tangan.

“Alifa Carr. Alifa saja.” Jawab Alifa dengan cengiran khasnya.

“Sebenarnya aku tak begitu suka baca buku. Aku hanya suka yang benar benar menarik untukku dan buku yang sedang kau baca itu adalah buku favoritku.” Cerita Rezka.

“Apa itu karena kau suka sihir? Atau kau percaya penyihir itu ada.” Ungkap si Nona Carr ini. Seketika saja Rezka mengernyitkan dahinya.

“Ehm.. Sihir? Ya, aku suka… Tapi, jujur aku tidak pernah sedikitpun berpikir bahwa sihir itu ada. Dan kalaupun ada. Apa mereka bisa disebut manusia yang sederajat dengan kita? Kurasa tidak.” Jelas Rezka yang ia akhiri dengan senyuman.

Alifa nampak mencerna setiap kata yang diucapkan. Bisa disimpulkan bahwa kalimat itu mengandung arti bahwa suka bukan berarti percaya. Tapi jika ketidakpercayaan itu salah maka kita bukanlah mereka. Mungkin mereka lebih istimewa karena apa yang tidak dipercaya orang dimilikinya. Atau mereka lebih rendah karena mereka memiliki hal yang mustahil untuk dipercaya. Pertanyaannya adalah ‘Siapa orang yang mengarang cerita tentang sihir?’ Kalau sihir itu benar adanya. Legenda disini mengatakan bahwa manusia dan penyihir telah punya dunia masing masing. Jika itu benar berarti memungkinkan para penyihir untuk pergi mengunjungi dunia manusia? Tapi untuk apa? Pasti tidak untuk tujuan sepele. Karena pasti ada suatu pembatas yang membatasi dunia manusia dan penyihir dan itu bukanlah hal yang sulit ditembus. Meski dengan sihir yang paling kuat.

“Melamun?” Tanya Rezka tiba tiba. Alifa tersentak kaget.

“Kau tidak berpikir aku seorang penyihir yang berusaha menyembunyikan sihir ku kan?” ucap Rezka asal. Sontak membuat Alifa tertawa keras. Begitupun Rezka. Hey, ini perpus. apa mereka lupa?

Mereka masih tertawa. Tapi entah kenapa, Alifa jadi semakin tertarik tentang sihir. Ya, sihir? Sesuatu yang ia lihat di gudang waktu itu bukanlah trauma nya yang membuat sugesti, bukan juga hantu yang berkeliaran di siang bolong. Apa jawabannya adalah sihir? Itu artinya ia bisa menemukan seorang penyihir di sekolah ini?

“Shuuut.” Rezka mengedepankan jari telunjuknya di mulutnya. Mereka berhenti tertawa.

“Kau tahu. Setelah membaca buku ini aku jadi tertarik dengan sihir. Aku akan membaca buku yang lain.” Ucap Alifa. Lalu ia berdiri dan beranjak pergi menuju lemari lemari penuh buku.

“Hey! Kau sudah selesai dengan buku itu? Bukankah kau baru membaca buku itu?” Teriak Rezka. Dan mereka masih di perpustakaan.

***

Lelaki bersurai kuning  dengan mata safir yang nampak dingin itu berjalan santai di koridor. Rambut kuning nya nampak berantakan dan ia berkeringat. Tentu bukan tanpa alasan. Ia baru saja ada pelajaran olahraga. Di jam 4 ini harusnya ia pulang karena tak ada lagi kegiatannya di sekolah ini. Ya, ia murid baru dan belum mengikuti satu pun ekskul di sekolah ini. Tapi, apa yang dilakukannya sekarang?

Denny masuk ke sebuah kelas yang kosong. Bukan kelasnya. Tapi kelas 10 yang memang sudah pulang 1 jam yang lalu. Tepatnya di 10.C. Kelas 10 paling pojok dan nampak sangat sepi.

Ia menutup pintu itu rapat. Sedikit mengintip sebelum ia menutup semua gorden nya. Dilihatnya sebuah cctv menempel di ujung dinding. Ia menatapnya tajam. “Buussh..” Asap keluar dari cctv itu. Sepertinya sudah rusak. Dan itu benar. Ya, pertanyaan nya adalah , siapa yang merusaknya?

Sekarang ia menatap papan tulis putih didepannya. Mengetuknya 3 kali dengan tangan nya dan menulis menggunakan spidol disitu. Ia menulis sebuah huruf aneh yang pastinya bukan huruf yang sedang kau baca sekarang. Itu lebih mirip tulisan kuno.

Seperti suara api besar yang baru muncul. Tiba tiba ada sebuah wajah di papan tulis. Warna wajahnya sama dengan warna papan tulis itu. Dan wajah itu mulai bergerak. Benar benar hal yang sulit dibayangkan manusia. Tapi kini Denny dengan sangat tenangnya melihat hal itu.

“Aku sudah melihat gadis itu. Aku tidak menyukainya. Dia nampak lari dari masalah saat aku membantunya. Dia nampak bodoh.” Ucap Denny pada papan tulis itu. Muncul bayangan di pikirannya saat jam istirahat di kantin tadi. Saat ia menolong gadis berambut lurus kemerahan yang nyaris terkena tamparan dari gadis yang lebih pantasa disebut nenek sihir jahat.

Wajah itu bergerak lagi. Ke kanan lalu kekiri dan kini ia menatap wajah Denny. Perlahan mulutnya terbuka.

“Haaah.. aku lelah bertemu kau disini. Lain kali jika memanggilku lebih baik di rumah mu saja. Huhh.. Nafasku sesak.” Keluh wajah lelaki tua di papan tulis itu.

“Ya, ya aku mengerti. Tapi apa benar gadis itu adalah gadis yang tepat? Aku tidak salah kan? Dia nampak tidak menyadari apa apa. Dia nampak..”

“Baru beberapa jam kau memperhatikannya. Kau sudah protes panjang lebar. Sebaiknya kau dekati dia dulu. Aku tidak ingin hanya karena ulahmu kau gagal dan mengacaukan segalanya. Ingat dengan kondisi dunia penyihir sekarang. Tanpa perasaan dan penuh kekuatan. Kekuatan yang hanya menjadi bumerang. Lalu apa tujuanmu ke bumi? Kau lupa?”

“Ya, aku ingat. Aku harus belajar tentang perasaan. Menumbuhkan sebuah rasa. Setelah itu kembali ke Negri Penyihir dengan membagikan sebuah rasa yang katanya hanya bisa dirasakan oleh orang yang beruntung.” Jawab Denny.

Wajah itu tersenyum.

“Kau benar. Sekarang lakukan yang harus kau lakukan. Dan tetap sembunyikan identitasmu.”

***

Jari jari mungil itu menyentuh tuts keyboard. Asal tanpa nada. Rambut coklat gelap nampak berantakan. Sangat.

Kesal. Lelaki itu nampak sangat kesal. Gadis yang ia suka sama sekali tidak memperhatikannya.

CITT

Pintu berdecit. Terbuka. Seorang gadis masuk kedalam sana. Ruang musik. Tidak ada piano untungnya. Jika ada gadis ini bisa pingsan seperti di gudang waktu itu.

“Hay, Kau belum pulang Mr. Gates?” Tanya Alifa, sambil menguncir rambutnya.

“Huuh… Miss. Carr, Kau mau apa? -kesini?” Tanya lelaki itu dengan nada malas.

“Kau yang memintaku. Aku sampai harus meninggalkan teman baruku di perpus sendiri.” Kesal Alifa menjawab pertanyaannya.

“Maaf, aku hanya capek hari ini. Temui aku besok, disini. Ok?” Ucap Julian masih dengan nada malas. Ia berjalan menuju pintu. Benar benar menyebalkan. Pikir Alifa saat itu juga. Ia memandangi punggung Julian yang kini sudah sampai di mulut pintu. Saat ia akan membukanya pintu itu telah terbuka. Atau – dibuka. Saat itu ada seseorang yang benar benar membuatnya kaget.

Seorang gadis berambut lurus kemerahan dengan mata coklat yang terang muncul di depan Julian. Membuat Julian agak kaget. Tapi setelah itu ia langsung berjalan lagi melewati gadis itu. Rezka, gadis itu. Nampak bingung. Ia hanya disambut dengan senyuman kaku Alifa yang memperlihatkan gigi gigi putihnya.

“Ehm.. Dia, dia sedang.. Kenapa dia?” Kikuk Rezka berucap. Alifa mendekati Rezka yang masih didepan pintu dan menuntunnya duduk.

“Dia memang aneh. Tapi, jika kau mengenalnya lebih lama. Dia benar benar teman yang baik. Jangan hiraukan tatapannya tadi. Ok?” Jelas Alifa.

“Bu.. Bukan. Aku mengenalnya saat tes menyanyi tadi pagi. Ya, memang baru sih. Tapi tatapan itu? Itu.. Seperti…”

“Lupakan cowok itu. Sekarang lebih baik kau ceritakan padaku apa yang kau tahu tentang magic. Sebuah sihir. Aku yakin kau telah banyak baca buku tentang itu. Dan aku baru baca 10 buku untuk 2 hari ini.”

Rezka melotot. Kaget. Tentu saja. Ia bahkan harus menghabiskan waktu 2 bulan untuk membaca 1 bukunya. Bagaimana bisa gadis ini hanya butuh 48 jam untuk mebaca10 buku. Tebal pula.

“Ayo ceritakan yang kau tahu,” Pinta Alifa sekali lagi.

Disitu Rezka nampak berpikir. Sekiranya ia memang telah membaca buku tentang penyihir lebih banyak dari pada Alifa. Mungkin 24 buku berbeda. Untuk 6 tahun terakhir ini. Ia bingung dari mana ia harus memulai. Begitu banyak cerita dan pengetahuan tentang sihir yang di dalam otaknya.

“Baiklah, aku lupa judul buku itu tapi… Aku ingat ceritanya. Tentang bagaimana seorang penyihir yang menjalin hubungan terlarang dengan manusia.” jelas Rezka. Terlarang(?)

“Semua nya dimulai saat..”

–to be continued

Posted from WordPress for Android

Leave a comment