Witch In Love (My World Be Yours Is When You Hug Me)

Aku akan jadi berbeda. Berbeda dimana aku satu satunya yang berbeda diantara mereka. Aku berpikir.. Siapa aku nanti diantara mereka? Aku yang mungkin akan selalu bergantung pada jam ditangan kiri ku. Aku yang takkan pernah berhenti merasakan hujan di musim panas nanti. Aku yang sama sekali tidak mengenal bintang, nada dan api. Dapatkah aku hidup diantara mereka. Dapatkah aku bertahan ikut merasakan setiap emosi dan perasaan mereka? Yang memang akan terasa sangat asing bagiku. Perasaan labil antara bahagia dan sakit. Emosi yang tertahan hanya dibenak seseorang dan sebuah perasaan yang sulit dijelaskan. Apa aku kan mengerti. Apa aku bisa? Ataukah mungkin.. Aku? Akan jadi bagian diantara mereka? Bagian dari emosi mereka? Seorang manusia setengah penyihir yang hidup bersama seutuhnya manusia.

prolog-

Konon. Dijaman dahulu. Kaum Bonpo hidup berdampingan dengan kaum penyihir. Bukan sebuah keanehan pada saat itu, karena persahabatan mereka didasari dengan kasih dan sayang begitu kuatnya. Ya, segenggam cinta yang tak sengaja disebarluaskan oleh dewi keberuntungan di seluruh penjuru dunia membawa dampak yang begitu kuat pada kehidupan Bonpo kala itu.

Masa pemerintahan kesebelas adalah masa yang dipimpin oleh seorang penyihir. Kenapa, karena sesuai perjanjian di masa pemerintahan kedua. Bahwa akan ada dua keluarga yang ikut serta dalam pemerintahan. Satu dari kaum Bonpo dan satunya lagi kaum penyihir. Yang akan bergantian setiap 2 kali masa pemerintahan. Setelah 215 tahun seorang Bonpo yang menjadi orang paling dihormati. Kini giliran seorang penyihir memimpin. Chavius Zagirtta Marlayhch. Itulah orang nya. Yang baru mendapat gelar Ratu untuk negara Kitsuishi.

Setengah abad berjalan mulus. Namun adu domba mulut seorang penjilat telah membuat pertikaian terjadi antara keluarga Sceeliryn (Bonpo) dan keluarga Marlayhch (penyihir). Ratu dituduh telah menggunakan mantra pembunuh kepada seorang Bonpo dari rakyat lemah tepatnya pada seorang lelaki bernama Richardo Merlyt Ziov. Ratu juga dituduh telah menjadikan Richardo sebagai budak nafsunya yang harus menjilati perutnya setiap malam. Lalu merasa Richardo akan membocorkan rahasianya kepada suaminya yang bernama Hens Zlavo Marlayhch, Ia pun menggunakan mantra pembunuh kepada Bonpo tak berdaya itu. Tapi semua itu hanyalah tuduhan. Tuduhan dari salah seorang yang tak suka dengan Ratu Chavius. Tuduhan yang begitu kuat karena bukti bukti palsu yang sengaja dibuat sebegitu demikiannya sehingga tak bisa dilacak kepalsuannya. Tuduhan yang dianggap benar bahwa itu nyata oleh keluarga Sceeliryn. Tepat pada tahun 266, itulah awal permusuhan antara kaum Bonpo dan penyihir.

Tak ada perang. Tak ada angkat senjata. Hanya saja, Edlyus Za Sceeliryn, seorang pangeran sekaligus penasihat kerajaan. Memilih jalan lain selain harus menghukum Ratu Chavius dengan membunuhnya. Yakni, berhenti dengan semua ini. Berhenti dari persahabatan yang telah dibangun sejak dulu oleh para leluhur mereka. Berhenti hidup berdampingan antara kaum penyihir dan Bonpo. Berusaha untuk tidak mengenal bahkan untuk saling melupakan dan yang paling menyedihkan adalah sebuah peraturan baru yang dibuat oleh Raja Sceeliryn. Bonpo dan Penyihir tidak boleh hidup bersama, Bonpo dan Penyihir tidak boleh menikah, Bonpo dan Penyihir tidak boleh saling bersentuhan meski hanya untuk meniupkan makanan, itu tidak boleh. Semua orang harus menaati peraturan ini. Termasuk penjilat pengadu domba yang membuat ini semua terjadi.

Dewi keberuntungan lagi lagi tak sengaja menemukan dunia baru yang mirip dengan dunia Bonpo dan penyihir. Itu adalah bumi. Ya, bumi. Dunia hijau biru yang akhirnya seluruh Bonpo berimigrasi kesana dengan sedikit kekuatan dewi keberuntungan. Disanalah para Bonpo yang akhirnya hidup tanpa sihir dan memutuskan untuk menghapus sihir di kehidupan mereka dan menggantinya dengan perasaan yang tak ada habisnya. Perasaan yang mereka menganggap itu akan membuat mereka saling menyayangi tanpa tumpah darah yang harus terjadi. Mereka bukan takut, tapi mereka tidak ingin ada lagi yang harus kehilangan nyawanya hanya karena sihir. Dewi keberuntungan yang melihat mereka telah berubah jauh dari yang dulu, memutuskan untuk mengganti nama bagi kaum mereka. Kaum Manusia.

Di negara Kitsuishi, dunia yang kini hanya menjadi rumah para penyihir. Kehidupan disini berjalan seperti biasa. Suami dari Ratu Chavius dengan terpaksa harus menerima kepergian sang Istri yang mati menggantung dirinya sendiri karena depresi dan Ia harus memimpin menggantikan Istrinya. Tapi, kehidupan yang berjalan seperti biasa ini tak bertahan lama. Hanya beberapa bulan sampai Raja memilih mati karena sakit hati yang dideritanya yang belum bisa menerima kepergian istrinya dengan kematian begitu tragis. Ia menggantung dirinya dengan tali yang sama digunakan oleh mendiang istrinya. Ya, tak ada yang memimpin dunia ini. Tak ada pemerintahan yang mengatur negara Kitsuishi. Kehidupan pun berubah 180°. Hingga lagi, dewi keberuntungan pun tak sengaja turun di negara Kitsuishi dan menunjuk seorang Gadis muda sebagai Ratu yang akan memimpin Dunia penyihir ini. Ratu muda cantik nan pintar yang akhirnya mau dan bersedia untuk menjadi orang yang paling dihormati namun paling punya banyak pekerjaan. Gadis ini juga yang membuat peraturan baru atas permintaan dewi keberuntungan bahwa Penyihir tak lagi mengenal perasaan. Hidup para penyihir hanya untuk mendapat mantra baru agar terus bisa menjadi lebih kuat. Hidup para penyihir seluruhnya diatur oleh aturan yang dititpkan dewi keberuntungan kepada gadis muda yang menjadi ratu itu. Namanya Deaavrose Aischr.

Senyuman keceriaan perlahan menjadi datar tanpa ekspresi. Tak ada lagi rasa kecewa dan kesedihan. Tak setetes pun air mata jatuh di wajah wajah putih mereka. Hanya tatapan dingin tanpa sapaan. Pernikahan mereka tak lagi didasari cinta dan kasih sayang. Melainkan sekedar untuk menaati peraturan. Kuat, lebih kuat, terkuat, dan bertahan lebih lama didunia adalah tujuan hidup mereka. Namun, gadis muda ini yang menjadi seorang Ratu dari para penyihir. Menyimpan rasa sedih di benaknya yang tak bisa ia tumpahkan walau dengan linangan air mata. Datar, tanpa ekspresi tapi masih nampak lengkungan kecil di kedua sudut bibirnya. Entah sampai kapan gadis itu akan menyimpan bunga bunganya yang telah layu. Tak ada yang tahu.

——————————————————

Chapter 1-Who is he?-

“Dunia itu segalanya. Dunia adalah hal yang bisa membuat kita merasakan kebahagiaan. Semua kebahagiaan. Termasuk kasih dan sayang. Tapi dunia juga hal yang membuat kita lupa. Bahwa dibalik itu semua ada yang namanya kesedihan dan kekecewaan. Tapi, semuanya kembali kepada kalian masing masing. Seperti apa kalian menganggap dunia? Seperti apa kalian memandang dunia?” Jelas seorang pria berkaca mata tebal di depan para muridnya. Suasana kelas 11 A begitu tenang sampai ada seorang siswi mengacungkan tangan kanannya. Semua masih sibuk mencatat. Kecuali sang Guru yang menatap siswi berambut ikal itu dengan tanya.

“Ya Nona Carr? Ada yang ingin anda tanyakan?” Tanya Mr.Romy.

siswi yang dipanggil Nona Carr itu menurunkan tangannya. Ia menghela nafas ringan sejenak.

“Kalau dunia itu segalanya. Kenapa kita tidak abadi didunia ini? Bukankah umur manusia paling lama mencapai 103 tahun? Dan saat itu kita juga sudah tidak bisa menganggap dunia adalah segalanya. Bahkan di usia segitu, rasa ingin pergi dari dunia ini tumbuh sekuat perasaan ingin mati.” Tanya siswi manis itu.

Mr.Romy tersenyum simpul. Lalu menggambar sesuatu di papan tulis. Tidak detil namun tampak itu adalah kalimat yang ditulis dengan huruf jaman dulu.

“Dalam bahasa Indonesia, ini berarti Cinta di dunia. Dan anggap papan tulis ini adalah dunia yang begitu luasnya.” Ujar Mr.Romy. Alifa Huctnis Carr, siswi itu masih menatap tidak mengerti.

“Dunia adalah segalanya. Ada cinta didalam nya. Ada benci dibaliknya. Ada sebuah magnet yang berbentuk perasaan yang menarik kita untuk terus berada didunia ini. Usia manusia memang tidak ada yang abadi. Tapi, cinta di dunia yang segalanya ini. Membuat kita merasa abadi. Nanti, saat berusia 90 tahun. Rasa bencilah yang membuat kita merasa ingin hidup. Tapi cinta yang membuat kita merasa ingin mati. Meski ada yang menganggap itu kekecewaan. Namun.. bukankah cinta kita pada penciptanya akan membuat kita merasa ingin kembali? Dunia adalah segalanya, bukan berarti kita harus terus berada di dalamnya. Melainkan merasakan semua perasaan dengan orang orang terkasih yang membuat kita merasa ingin kembali dengan Sang Pencipta dan segera pergi ke alam abadi yang tak bisa disebut dunia. Tapi, tempat paling indah yang akan menggantikan segalanya.” jelas Guru itu panjang lebar, kemudian ia duduk dan membenarkan kaca matanya.

“Cinta itu hal yang abadi bukan? Lalu, cinta bukan hanya ada didunia? Kenapa tidak cinta saja yang dianggap sebagai sesuatu yang se…?”

TEEEET… TEEEET… Bel istirahat berbunyi. Alifa menghela nafas ringan, sambil sedikit memutar bola matanya.

“Ok.. Saya harus pergi, terimakasih.” Pamit Mr.Romy pada semua murid dikelas dan begitu saja pergi meninggalkan ruangan tanpa membuat janji akan menjawab pertanyaan yang baru saja Alifa sampaikan.

“Bodoh!” Umpat Alifa di kursinya.

***

SMA Haiou. Begitulah sebutan untuk SMA yang dominan dengan kemeja putih, celana panjang atau rok warna coklat bermotif kotak kotak tak seimbang dan blazer biru gelap. Dasi kupu kupu untuk perempuan. Dan dasi biasa untuk laki laki. Tak lupa sepatu pantofel warna hitam. (Bayangkan seragam negri sakura) Sama seperti sekolah pada umumnya, punya beberapa ruang kelas, kantin, toilet, ruang seni, perpustakaan, uks dan sebagainya. Namun, yang berbeda adalah di bagian dekat ruang seni. Ya, ada museum Haiou disana. Tepatnya 66 langkah dari gerbang menuju museum yang diapit antara ruang seni dan kelas 12 B.

Museum yang menyimpan banyak sejarah SMA Haiou itu selalu terkunci. Dibuka hanya sehari sekali untuk dibersihkan. Tak ada murid atau guru yang masuk kesana kecuali penjaga museum. Ya, sedikit menyimpan aura mistis disekolah tidak masalah bukan(?).

~~Di dalam mimpi, aku bertemu denganmu. Perbincangan hangat buat musim panas berhenti. Aku memaku seorang diri. Lihatlah iblis disekitar mu, kasih.. Puing harapan.Yang tampak seperti ku~~

Suara seorang perempuan tiba tiba saja terdengar. Meski tanpa iringan musik apapun, tetap terdengar indah dan suara itu berasal dari ruang seni. Benar saja, didalam ruang seni tengah ada tes penilaian pelajaran Seni Musik, yakni menyanyi. Sepertinya memang hanya menyanyi.

~~Karena semua, mimpi hanya khayal ku sendiri~~

“Ya, itu cukup bagus. Selanjutnya.. Rezka Luff Kizarhyl” Panggil Guru cantik didepan para murid sambil meletakan kembali buku panjang tipis itu dimeja nya.

Seorang siswi. Tentu saja gadis remaja. Ia yang punya rambut lurus dan sedikit kemerahan. Ia mengenakan kemeja putih berlengan panjang tanpa blazer biru gelap yang seharusnya ia pakai sekarang. Sepatunya putih tak sesuai aturan dengan kaos kaki panjang dan rok nya yang diatas lutut. Gadis ini maju kedepan dan berdiri disana.

“Kau tahu tugasmu Nona Kizarhyl.” Tegas Mrs.Rose.

Rezka Kizarhyl menatap semua orang didepannya dengan tatapan yang seakan berkata ‘Berhenti membicarakanku. Pecundang’. Bisa ditebak. Karena murid murid lainnya, melihatnya sambil berbisik bisik dan tertawa kecil. Sangat tertera bahwa mereka tengah membicarakan Rezka yang memandang mereka semua dengan sinis. “Huft.. Kenapa aku harus melakukan ini? Menyebalkan.” Ungkap Rezka dalam hatinya.

“Berikan yang terbaik.” Ucap salah seorang dari mereka sambil tersenyum ramah pada Rezka. Rezka menarik nafasnya perlahan sambil membayangkan nada nada yang akan mengiringi nyanyiannya. Meskipun tidak nyata. Ia pun mulai membuka mulutnya

~~I hope this tears will stop running someday. Someday after this darkness disappear. I hope the warm sunshine dries these tears.~~

Beberapa dari mereka mulai melihat Rezka. Meski masih ada yang bicara mengabaikannya.

~~Everyday i hold on, comforting my self. It will be alright. But it still make me a little scared.~~

Kini hampir semuanya melihat Rezka bernyanyi. Dan siswa ‘itu’ masih menikmatinya.

~~I told my self to believe in me but I don’t. Now I don’t know how longer I can hold on.~~

Ia tersenyum. Tersenyum dalam melody nya sendiri.

~~I hope this tears will stop running someday. Someday after this darkness disappear. I hope the warm sunshine dries these tears.~~

Semua melihatnya. Tak ada lagi bisikan disana. Hanya sebuah pandangan pada gadis yang masih asik dengan melody nya. Dan pandangan intens dari siswa yang punya surai hitam kecoklatan dengan wajah yang tidak putih namun manis.

~~But it will pass. Altough the night is long the sun will come up.~~

Siswa itu. Yang tadi menyemangatinya. Tersenyum hangat. Sehangat ia akan mengatakan. Kau berhasil.

~~Someday my painful heart will be healed. Someday, someday after the darkness disappear. I hope the warm sunshineeeee…

DEG

Gadis itu berhenti bernyanyi. Bukan tanpa alasan. Tapi ia, hampir saja kehilangan suaranya. Murid murid lainnya mulai berbisik lagi dan menatapnya dengan tatapan yang lagi lagi membuatnya seperti ingin lari sejauh mungkin. Sementara murid lelaki yang satu itu. Yang sedari tadi matanya tak behenti memandang Rezka yang menunduk menutup mulutnya. Kini tatapan nya berubah. Seakan berkata “Apa yang kau lakukan?” dan Rezka hanya bisa terpaku di tempatnya.

“Ekhm.. Ya, Sepertinya cukup. Selanjutnya.. Kau, kacamata kuning?”

Rezka kembali ketempat duduknya. Tepatnya dibelakang kursi sampingnya siswa ‘itu’ dan kini seorang murid lain dengan gigi putih dan kacamata bulatnya maju kedepan lalu bernyanyi tanpa aba aba.

***

Rambutnya hitam dan lebat. Kulit wajahnya seputih milik bangsa vampir. Ya, benar benar putih. Untuk ukuran seorang laki laki itu memang sedikit aneh. Tapi, tak masalah juga. Siapa yang akan mengomentarinya.

Nampaknya anak SMA ini orang kaya. Terlihat dari sepatu pantofel nya yang mencilak bukan main. Kacamata nya juga bagus. Ya, bagus. Dan kini ia melepas kacamatanya didepan temannya. Seorang teman perempuan.

“Aku benci menyanyi. Sudah kubilang kan, aku tidak bisa. Aku bahkan hampir kehilangan suaraku. Mungkin ini terakhir kalinya aku bernyanyi.” Keluh gadis itu. Tiba tiba ia berhenti berjalan dikoridor dan memilih duduk di kursi halaman taman sekolah. Begitupun si ‘anak SMA’ yang tadi disamping nya, ia mengikutinya.

“Tadi itu awal yg bagus. Jangan cemas. Sebaiknya untuk sementara, kau jangan banyak bicara ya? Aku akan khawatir padamu nanti. Aku kan masih ingin mendengar suara mu.” Ucap siswa itu.

“Kau menggodaku? Menyebalkan..” Rezka memutar bola matanya singkat.

“Aku serius. Kau sudah makan siang dan minum obat?” Rudy menatap Rezka tajam. Namanya Rudy Ramon Wikynesh. Jelas terbaca di blazer biru gelap nya.

“Ehmm.. Belum..”

“Baiklah, setelah makan siang. Temani aku bermain basket, oke?”

Rezka menaikkan kedua alisnya dan sedikit mengerucutkan bibirnya. Menatap Rudy dengan tatapan menggoda. Tidak, lebih tepatnya meledek si Tuan Wikynesh.

“Tidak mau.” Jawab Rezka dengan nada ketus. Sangat ketus. Bahkan ia menggelengkan kepalanya.

“Kau mau mati ya?” Ancam Rudy ringan.

“Hey! Aku serius.” Ucap Rezka lalu menaikan sudut bibirnya dengan cepat. Rudy tertawa renyah melihat ekspresi Rezka yang nampak kesal.

***

Pelajaran bahasa jepang akhirnya dimulai. Di kelas 12.4 tepatnya. Di ruangan dekat tangga kedua lantai empat yang dihuni 20 murid dan 1 guru. Prof. Stone, seorang wanita dengan surai coklat manis, kulit putih, dan mata sipit nya. Hidungnya imut, wajahnya cantik dan nampak fresh meski usianya telah hampir kepala 4. Ia tengah mengajar tentang budaya jepang. Ya, budaya jepang.

TOK TOK TOK

“Masuk.”

Pintu berdecit pelan saat perlahan terbuka. Pandangan mereka yang tadi serius pada buju masing masing kini beralih pada pintu abu abu yang tengah terbuka. Ada seseorang disana. Dia, seketika saja membuat para murid perempuan membulatkan matanya dan terus menatap. Dan mereka para murid laki laki lebih terkaget lagi. Tentu saja, pria tua, pendek, kulit gelap, banyak kerutan, dan memegang sapu lidi, serta seragam merah mudahnya yang menunjukan bahwa ia seorang penyapu di sekolah ini. Apa yang dilihat para gadis dari pria tua itu. Hey, tunggu ada seseorang dibalik pria tua itu. Ya, tinggi dan tampan. Ia sudah rapi dan pas dengan kemeja putih, dasi, celana panjang coklat dan blazer biru gelap yang mengikat tubuhnya. Rambutnya yang kuning dan mata safirnya benar benar membuat para gadis lupa bahwa hidungnya mancung dan bibirnya yang seksi dengan warna merah muda. Mungkinkah ia bisa disebut sempurna?

“Maaf professor, saya mengantar Murid baru.” Ucap pria tua itu.

Prof. Stone mengangguk pelan dan orang yang disebut murid baru itu mulai masuk ruangan. Tidak, ia benar benar tampan dengan rambut yang memperlihatkan kedua telinganya. Pria tua itu mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya menutup pintu dan pergi. Lalu, murid baru ini berdiri di depan sambil meletakan kedua tangannya di dalam saku celananya.

“Kenalkan dirimu.” Perintah Prof. Stone

“Namaku Denny Singing Clew.”

HAHAHA

Tertawa. Mereka semua tertawa. Keras dan nyaring.

“Kenapa kau tidak mulai menyanyi? Singing Clew?” Ucap seorang murid laki laki dengan rambut yang dikuncir. Lebih tepatnya mengejek.

“Hey! Itu tidak baik. Denny, kau sudah punya pacar belum?” Timpal seorang siswi berambut hitam pendek sebahu yang duduk dibarisan paling depan.

“Dasar genit! Lihat wajahnya, dia pasti ketakutan karena pertanyaan mu itu.” Balas lagi siswi yang duduk dibelakang. Sambil melirik kearah murid baru yang nampak berekspresi datar dan tenang.

“Harap tenang semuanya. Mr. Clew silakan cari kursi anda. Saya akan kembali mengajar.” Tegas Prof.Stone

Denny si murid baru duduk di kursi dekat jendela paling pojok belakang. Beberapa gadis masih memperhatikannya mencoba berkata hai. Tapi ia mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Masih dengan ekspresi datar nya matanya terfokus pada satu arah. Lapangan basket. Bosan diacuhkan, para gadis pun kembali pada kesibukannya sendiri. Namun masih ada satu orang yang memperhatikannya. Siswi berambut ikal disamping nya. Kedua matanya yang hijau diam diam mencuri pandang pada pria tampan itu. Bukan tanpa alasan tapi karena gadis ini merasa ada sesuatu yang mengganjal di hati dan pikirannya saat pertama kali melihat pria ini. Sebuah pertanyaan yang seharusnya tak muncul.

“Orang ini? Aku seperti mengenalnya, tapi dimana.” Tanya Alifa dalam hatinya. Ia mencoba mengingat masih dengan memperhatikannya. Memperhatikannya.

–to be continued-

Posted from WordPress for Android